Mengapa makhluk hidup yang memiliki bayu, sabda, dan idep (tenaga, bicara, dan pikiran) ini disebut manusia. Kata "Manusia" dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata "Manu" artinya bijaksana. Kata" Manu" dalam bentuk Genetif menjadi "Manusia" artinya memiliki kebijaksanaan. Manusia sesungguhnya memiliki suatu kekuatan yang dapat menjadikanya bijaksana. Menurut pandangan Samkhya Darsana manusia itu terjadi dari dua unsur, yaitu unsur kejiwaan yang disebut Purusa dan unsur kebendaan yang disebut Pradana. Pertemuan dua unsur itulah yang menyebabkan manusia lahir dan berada di dunia ini.
Purusa memiliki kesadaran yang disebut Chitta. Setelah Purusa bertemu dengan Pradana dari Pradana muncul Klesa. Chitta memiliki empat kekuatan, yaitu Dharma, Jnyana, Wairagia dan Aiswara. Sedangkan Klesa memiliki lima kekuatan, yaitu: Awidya, Asmita, Raga, Dwesa dan Abhinivesa. Kekuatan Chittta melahirkan kecenderungan kedewaan dan kekuatan Klesa melahirkan kecenderungan keraksasaan. Dalam Bhagawadgita kecenderungan kedewaan itu disebut Daiwi Sampad, sedangkan kecenderungan keraksasaan disebut Asuri Sampad. Daiwi Sampad membawa manusia lebih banyak berbuat Subha Karma, yaitu perbuatan baik dan benar. Sedangkan Asuri Sampad mendorong orang lebih banyak berbuat Asubha Karma, yaitu perbuatan yang bertentangan dengan dharma.
Subha Karma pahalanya Sorga dan sangat mungkin Moksha. Sedangkan Asubha Karma menimbulkan pahala Neraka dan Samsara. Setiap perbuatan menimbulkan Karma Wasana, yaitu bekas-bekas perbuatan dalam upacara Nyepi gejolak Klesa yang mengejawantah ke dalam Guna Rajah dan Tamah itulah yang harus disepikan agar muncul kekuatan Chitta menguasai pikiran. Kalau Klesa dikuasai oleh Chitta, maka manusia akan dapat melahirkan moral yang baik.
Aplikasi agama adalah suatu upaya untuk menggerakkan kekuatan Chitta menguasai pikiran. Kalau pikiran dikuasai oleh Chitta, maka indera pun dapat dikuasai. Panca indera yang akan mengekspresikan ketinggian moral seseorang.
Jnyana adalah kekuatan Chitta untuk mendorong orang mencari pengetahuan tentang kebenaran sejati. Pengetahuan tentang kebenaran sejati itu adalah Brahma Widya dan Atma Widya. Wairagia akan mendorong orang untuk tulus dan ikhlas berkorban demi kepentingan orang lain berdasarkan kebenaran dharma. Sedangkan Aiswarya adalah suatu kekuatan Chitta yang mendorong orang untuk selalu berjuang untuk meningkatkan kualitas dirinya dengan menyucikan perilakunya dirinya tahap demi tahap.
Kalau kekuatan Klesa yang mendominasi pikiran, maka manusia akan selalu cenderung berbuat yang bertentangan dengan moral yang luhur. Kekuatan Klesa yang disebut Awidya akan membawa orang pada kegelapan dan kebodohan hati nurani. Kalau widya berkuasa maka kekayaan, kepandaian, kekuasaan, kesaktian, dan lain-lain itu akan membawa orang gelap hati dan mabuk. Karena itulah Nitisastra menyebutkan; barang siapa yang tidak mabuk karena semuanya itu, mereka itulah dapat disebut Sang Mahardika, artinya manusia yang merdeka secara rokhani. Itulah manusia yang utama sebagai tujuan dari Jana Kerti. Klesa yang disebut Asmita akan membawa orang hanya mementingkan dirinya sendiri, sombong, serakah, tidak mau tahu penderitaan orang lain.
Raga adalah kekuatan Klesa yang dapat mendorong orang untuk mengumbar hawa nafsu. Mahatma Gandhi mengatakan mencari kesenangan tanpa ada kesadaran untuk membatasi dapat menimbulkan dosa sosial. Dwesa adalah kekuatan Klesa yang dapat mendorong orang untuk membenci dan dendam, suka berbuat rusuh dan brutal. Abhinivesa adalah Klesa yang dapat membuat orang hidup penuh ketakutan. Kalau sifat takut menguasai orang, maka keadaan tubuh dan jiwanya dapat dengan mudah diserang berbagai penyakit. Demikianlah kekuatan Klesa dapat membawa orang hidup papa dan sengsara. Hal itulah yang harus diperjuangkan dalam Jana Kerthi agar manusia luput dari kekuasaan Klesa dan dapat memenangkan dominasi Citta dalam diri.
Konsep Hindu Tentang Manusia
Membahas Sraddha, Rta, dan Dharma menurut ajaran Agama Hindu tidak bisa terpisah secara mutlak. Hal yang menyangkut konsep Hindu dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam sudah banyak dibahas dalam membahas Sraddha dan Rta. Dalam bab ini khusus akan dibahas konsep Hindu modern tentang manusia sebagai manusia ciptaan Tuhan yang bersifat individual dan sebagai manusia sebagai makhluk sosial. Sraddha Bhakti sebagai dasar untuk mewujudkan hubungan manusia dengan Tuhannya. Rta adalah norma yang harus dijadikan dasar dalam mewujudkan kehidupan dengan alam lingkungan. Dharma adalah norma dasar dalam menata hidup bagi manusia baik yang menyangkut kehidupan individual maupun dalam kehidupan bersama dalam masyarakat.
Manusia secara pribadi akan menghadapi dirinya sendiri sebagai makhluk individu dalam hidup ini. Manusia pada hahekatnya tidak hanya hidup bersama dan berhadapan dengan alam lingkungan dan manusia lainya. Manusia juga bersama dan berhadapan dengan unsur-unsur dengan dirinya sendiri. Kalau manusia mampu mengharmoniskan dinamika hidupnya dengan dirinya sendiri. Kadang-kadang ada manusia hidup dengan dorongan hawa nafsunya belaka tanpa pertimbangan pikiran dan hati nuraninya.Tetapi kalau dinamika nafsunya senantiasa dikendlaikan dengan kecerdasan pikiran, ilmu pengetahuan dan kesadaran budhi, maka dinamika hidup dengan struktur batin seperti itu akan memunculjan perilaku yang senantiasa berada pada jalan dharma.
Keberadaan manusia dengan unsur-unsurnya secara individu dapat ditinjau dari berbapa konsep dalam ajaran Hindu. Ada beberapa konsep yang menerangkan unsur-unsur yang membentuk manusia secara individu.
Bhagawad Gita XIII.23 menyatakan sbb:
Ye evam vetti purusam
prakrtim ca gunaih saha
sarvathaa vartamano 'pi
na sa bhuuyo 'bhijaayate (Puja, 1981. 334).
Maksudnya: Dia yang mampu memahami eksistensi Purusa (kejiwaan) dan Prakrti (kebendaan) secara seimbang dengan sifat-sifatnya walau bagaimanapun cara hidupnya, ia akan tetap bersatu dengan Tuhan.
Sloka ini menyatakan bahwa ada dua unsur yang menyebabkan eksistensi manusia di bumi ini, yaitu Purusa (unsur kejiwaan) bertemu dengan Prakrti (unsur kebendaan). Ini berarti dharma adalah pendidikan dan latihan mengupayakan keseimbangan eksistensi Purusa dan Pradana tersebut secara terpadu. Dengan kata lain tuntunan dharma adalah pendidikan dan latihan itu adalah mendidik dan melatih keseimbangan eksistensi jiwa dengan raga sebagai wujud yang utuh dari manusia. Dalam hal pendidikan Hindu banyak hal yang bisa dilakukan agar eksistensi jiwa dan raga senantiasa seimbang, meskipun dalam tataran implementasinya tidak begitu mudah melaksanakan.
Dalam Wrehasppati Tattwa 24 (Rai Mirsa, 1989,38) Pertemuan Purusa dan Predana itu menimbulkan Tri Guna. Dari Tri Guna ini muncul Catur Budhi, yaitu Dharma, Jnyana, Wairagia dan Aiswarya. Tetapi dari Predana muncul lima kekuatan yang dapat membawa manusia berperilaku kotor. Lima kekuatan itu disebut Panca Klesa yaitu: Awidia, Asmita, Raga, Dwesa dan Abhiniwesa. Pendidikan Hindu berarti menguatkan unsur-unsur Catur Bhudi sehingga dapat mengalahkan Panca Klesa. Dengan demikian perilaku dharma pun akan ditampilkan oleh Pendidikan Hindu.
Menurut Bhagawad Gita 111.42 menyatakan sebagai berikut:
Indriyaani paraany' ahur
Indriyebhyah param manah
Manasas tu paraa buddhir
Yo buddheh paratas tu sah
Maksudnya: Sempurnakanlah inderamu, tetapi lebih sempurna dari inderamu adalah pikiranmu. Lebih utama dari piki¬ranmu adalah kesadaran budhimu. yang tersuci adalah Atman dalam dirimu.
Sloka Bhagawad Gita ini menyertakan unsur-unsur yang membentuk diri manusia dan bagaimana harus diupayakan agar posisi masing-masing unsur dalam diri manusia satu sama lainya saling memperkuat. Dengan posisi yang struktural ideal itu, kesucian Atman akan dapat teraplikasikan dalam kehidupan.
Memperhatikan sloka tersebut berarti pendidikan Hindu itu adalah mendidik dan melatih tiga unsur utama yang membenuk diri manusia. Unsur utama itu adalah: (1) Dasa Indria agar indria tu sehat bugar dan berfungsi mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam wujud perilaku, (2) Mendidik dan melatih kecerdasan pikiran, (3) Mendidik dan melatih kesadaran budhi meningkatkan cerahnya hati nurani, (4) Atman yang suci akan terimplementasi oleh budhi, manah mengendalikan indria. Kalau Indria, Manah, dan Budhi itu sukses dididik dan dilatih, maka. Atman yang selalu suci itu tak terhalang mengeks¬presikan kesucian itu mewujudkan kesucian pikiran, perkataan dan perilaku dalam berperilaku sehari-hari.
Source: I Ketut Wiana l Majalah Raditya Edisi 220 l 2015